Halaman

Senin, 05 Agustus 2013

"ALL THE WAY" Part II


#2 BARISAN MATEMATIK
Satu..
Dua..
Tiga..
Cukup..!

Saya yakin anda mengenal perhitungan di atas, apa yang anda pikirkan ketika mengucapkan beberapa angka tersebut?
Angka, berarti ada hubungan nya dengan menghitung, berarti ada kaitannya dengan matematika, benar kan?  Simpelnya seperti itu.

Anda pernah belajar matematika kan, suka? Atau benci?

Kenapa setiap mendengar matematika, mindset anda pasti berfikir tentang sesuatu yang sangat menakutkan? Begitu sulitkah?
Apa  yang ada dipikiran anda sama dengan saya.

Kenapa matematika di cap sebagai mata pelajaran atau mata kuliah yang begitu momok di kalangan para pelajar? Segitu menyengsarakan diri anda kah?
Jawaban anda sama dengan saya.

Apa yang ada di benak anda ketika mendengar tentang barisan?
Urut, tersusun, jajaran, tertata, ya mungkin dalam pikiran anda salah satu di antara.
Adakah hubungan antara barisan dengan matematika?
Jelas ada..

Ketika anda sedang berada pada sebuah antrian, berada di posisi berapakah anda? Untuk mencapai tujuan anda pada antrian tersebut haruskah anda melompati 1 orang di depan anda? Tentu tidak.. *pikirkan sendiri*
Oke, lupakan! saya tidak akan membahas mengenai philosophy dari barisan atau matematika nya, karena yakin anda lebih mengerti daripada saya.

Sedikit belajar mengenai pengalaman, kembali pada kisah senioritas yang terangkum dalam sebuah kisah panas sepanas tangan dicelupin di air panas.

Saat itu pelantikan mahasiswa baru tepat 1 tahun menjalani masa ospek, berarti akan berakhir pula segala tugas-tugas yang sangat memuakkan mulai dari minta tanda tangan senior, harus senyum ketika ketemu kakak angkatan, Temu angkatan, gerak-gerik selalu di pantau, bikin event buat nyenengin semua angkatan cukup, gag gag gag kuaaat.. sungguh tak sanggup.. oh tidak, kami membutuhkan kebebasan!!

Tapi ada satu hal yang membuat saya belajar dari proses ketika masa pelantikan, yaitu mengenal “Barisan Matematik”

Awalnya kami yang beranggotakan 98 mahasiswa baru laki-laki perempuan tak mengenalnya, taunya ya sekedar baris yang pendek di depan yang tinggi di belakang atau sebaliknya.
Ingat saat ospek siang itu di Hutan Penggaron, bentakan dari senior yang mungkin membuat jantungku hampir copot, mungkin ga hanya saya aja, tapi seisi hutan kaget semua, ketika barisan kami yang rapi di hantam dengan hujatan yang sangat luar binasa!

Ada yang salahkah dengan barisan kami?
Ya
Rapi tapi salah besar!
Kami bingung, Salah dimanakah? Kami sudah rapi, kami sudah memposisikan serapi-rapinya dalam waktu 10 hitungan. GILA! Segitu bodohkan senior melihat barisan kami yang tertata rapi, gumamku.

Kan*cut!!
 “di suruh bikin barisan matematik aja ga becus!!” Muka saya jadi korbannya (kesemprot bau mulut senior) ß miss commant (sebutan saya di mata senior)

Emaaak!!
Begitukah barisan matematik?
Yang pendek di depan sedang yang tinggi di belakang, itu barisan kami saat itu, tak peduli siapa yang di depan dan siapa yang paling belakang.
Pantaskah, laki-laki berada di tengah ketika berada di tengah hutan sedang di depan adalah para perempuan?

Sebentar!!

Maksudnya?

Ternyata.. Barisan matematik itu ternyata symbol bahwa laki-laki harus bisa melindungi perempuan, bagaimana caranya perempuan harus terlindungi oleh laki-laki dalam kondisi yang rapi tak peduli perempuan lebih tinggi entah laki-lakinya lebih kecil.  (entah itu tinggi badan, kasta, atau apa saja, karena wanita itu dilindungi bukan melindungi) itu semboyan dari Matematika Undip.
Simpel kan? Sudah pahamkah anda?

Tidak ada komentar: